Jakarta - Sejumlah aktivis pencinta satwa mengecam adanya sirkus pada lumba-lumba. Hal tersebut dinilai bukan perlakuan yang pantas untuk mamalia pintar itu. Mereka meminta sirkus keliling terhadap lumba-lumba di Indonesia dihentikan.
"Sebenarnya dengan membuat lapar lumba-lumba untuk menuruti perintah sang pelatih, itu sudah perilaku yang salah. Lumba-lumba seharusnya tidak tergantung pada manusia," ujar Ketua Jakarta Animal Aid Network [JAAN] Pramudya Hazrani saat dihubungi Kompas.com, Jumat, 20 Juli 2012.
Dampak terburuk adalah lumba-lumba bisa mati setelah melalui proses perpindahan dari laut, kemudian dari kolam yang satu ke kolam lainnya.
Hal serupa juga dilontarkan presenter Riyanni Djangkaru yang juga mencintai dunia selam. Ia prihatin, Indonesia salah satu yang masih memiliki sirkus lumba-lumba keliling. Menurut Riyanni, sirkus lumba-lumba di Indonesia banyak dijadikan alasan sebagai edukasi dan konservasi? Alasan edukasi melalui sirkus menurutnya salah besar.
"Kalau mau belajar tentang hewan, yang terbaik adalah langsung di alamnya. Bukan di tempat yang artifisial. Kalau anak-anak yang diajarkan nanya: lumba-lumba emang biasanya loncat ke lingkaran api, ya? Mau jawab apa?" ujar Riyanni.
Kecaman pun datang dari gitaris band Netral, Christopher Bollemeyer atau Coki. Coki membuat petisi di Change.org www.change.org/stopsirkuslumba. Ia mendesak beberapa perusahaan untuk berhenti mensponsori sirkus lumba-lumba keliling, termasuk yang menyediakan tempat. Ia mengecam adanya pertunjukkan sirkus keliling yang dikelola PT Wersut Seguni Indonesia [WSI].
Dalam petisinya, Coki menuliskan bahwa mamalia tersebut sebenarnya tersiksa karena sengaja dibuat lapar. Suara bising saat diangkut truk, pesawat, atau musik keras saat pertunjukan juga bisa merusak sonar. Kandungan klorin dalam kolam pun terkadang membutakan mata, sehingga tak jarang ada yang mati.
Di samping itu, aktivis Platform Social Change.org Usman Hamid berharap petisi tersebut dapat menjembatani informasi pada masyarakat yang belum mengetahui nasib lumba-lumba dalam sirkus. "Menurutku, belum banyak kalangan mengetahui apa yang terjadi pada lumba-lumba. Semoga bisa menjadi medium penyadaran, pencerahan, dan perubahan keadaan kita agar tak melakukan kekerasan," ujar Usman.[AT]
"Sebenarnya dengan membuat lapar lumba-lumba untuk menuruti perintah sang pelatih, itu sudah perilaku yang salah. Lumba-lumba seharusnya tidak tergantung pada manusia," ujar Ketua Jakarta Animal Aid Network [JAAN] Pramudya Hazrani saat dihubungi Kompas.com, Jumat, 20 Juli 2012.
Dampak terburuk adalah lumba-lumba bisa mati setelah melalui proses perpindahan dari laut, kemudian dari kolam yang satu ke kolam lainnya.
Hal serupa juga dilontarkan presenter Riyanni Djangkaru yang juga mencintai dunia selam. Ia prihatin, Indonesia salah satu yang masih memiliki sirkus lumba-lumba keliling. Menurut Riyanni, sirkus lumba-lumba di Indonesia banyak dijadikan alasan sebagai edukasi dan konservasi? Alasan edukasi melalui sirkus menurutnya salah besar.
"Kalau mau belajar tentang hewan, yang terbaik adalah langsung di alamnya. Bukan di tempat yang artifisial. Kalau anak-anak yang diajarkan nanya: lumba-lumba emang biasanya loncat ke lingkaran api, ya? Mau jawab apa?" ujar Riyanni.
Kecaman pun datang dari gitaris band Netral, Christopher Bollemeyer atau Coki. Coki membuat petisi di Change.org www.change.org/stopsirkuslumba. Ia mendesak beberapa perusahaan untuk berhenti mensponsori sirkus lumba-lumba keliling, termasuk yang menyediakan tempat. Ia mengecam adanya pertunjukkan sirkus keliling yang dikelola PT Wersut Seguni Indonesia [WSI].
Dalam petisinya, Coki menuliskan bahwa mamalia tersebut sebenarnya tersiksa karena sengaja dibuat lapar. Suara bising saat diangkut truk, pesawat, atau musik keras saat pertunjukan juga bisa merusak sonar. Kandungan klorin dalam kolam pun terkadang membutakan mata, sehingga tak jarang ada yang mati.
Di samping itu, aktivis Platform Social Change.org Usman Hamid berharap petisi tersebut dapat menjembatani informasi pada masyarakat yang belum mengetahui nasib lumba-lumba dalam sirkus. "Menurutku, belum banyak kalangan mengetahui apa yang terjadi pada lumba-lumba. Semoga bisa menjadi medium penyadaran, pencerahan, dan perubahan keadaan kita agar tak melakukan kekerasan," ujar Usman.[AT]